Jumat, 14 Juni 2013

Memotret Pendidikan Indonesia dari Community Awareness

Sudah beberapa bulan yang lalu saya mempunyai cerita lain dari sisi pinggiran anak jalanan. Saya disini hanya sekedar sharing selama saya menjadi guru sukarelawan dalam acara sosial yang diselenggarakan oleh saya dan teman-teman di bangku magister manajemen PPM Manajemen. Kami mengajak 3 komunitas belajar anak-anak kurang mampu ini untuk berkontribusi dalam acara kami selama kurang lebih sebulan lamanya. Komunitas belajar bimbel senen, duren tiga, dan gereja panglima polim menjadi media kami untuk menyelenggarakan acara ini. Kami mengajar bergiliran di setiap weekend di ketiga komunitas belajar ini. Dan penghujung acara kami mengadakan acara puncak yang bertempat di Kebun Binatang Ragunan dengn kegiatan acara lomba cerdas cermat, lomba mengambar, jalan keliling, dan saling berbagi seperti pemberian buku-buku pelajaran, serta bantuan yang akan digunakan untuk mendukung infrastruktur belajar anak-anak di komunitas belajarnya masing-masing. 



Banyak cerita tentunya dari komunitas belajar masing-masing yang kami ajar, kebetulan saya mendapat giliran mengajar di komunitas belajar duren tiga yang berlokasi di Kemang, Jakarta Selatan. Setiap minggunya kami disambut dengan wajah kecil yang selalu mengharapkan kami hadir di minggu depannya, dengan berbagai janji yang kami berikan agar anak-anak terus belajar. Agak terkejut ketika saya langsung terjun untuk mengajar mereka mengenai pelajaran dasar, ketika anak kelas 4 SD tidak bisa menghafal perkalian dibawah 5 dan tidak tahu bagaimana trik menghitung perkalian, ketika saya bilang 4 dikali 5, berarti 4 nya ada 5, mereka bingung serta untuk menghitung sesederhana itu mereka membutuhkan waktu yang lama. Sekarang saya mengerti kenapa banyak murid sekolah yang bersekolah dipelosok Indonesia sulit sekali untuk lulus dari Ujian Nasional, karena materi belajar yang diajarkan setiap sekolah itu tidak sama sesuai dengan kapabilitas sekolah yang diberikan kepada murid-muridnya. Jangan kan dipelosok Indonesia, di tengah kota Jakarta yang menjadi tempat saya mengajar basic pelajaran saja yang sesuai dengan tingkat kelasnya belum dikuasai, saya tidak menuntut maksimal, tetapi seenggaknya yang dasar mereka sudah mengerti bagaimana konsepnya. Inilah tugas kita sebagai orang yang peduli terhadap lingkungan dan masyarakat, selagi kita mampu dan mempunyai waktu, apa salahnya kita saling berbagi ilmu untuk masyarakat yang paling membutuhkan.
Hal ini adalah cerita kecil berdasarkan pengalaman saya selama menjadi guru sukarelawa, yang pasti seneng banget ngeliat teman-teman kita juga ikut maju, apalagi dalam menjalin kerja sama di acara tersebut banyak temen baru yang bisa kita kenal, dari mulai anak-anak komunitas tersebut, maupun kakak-kakak pendiri komunitas belajar yang sangat saya kagumi dan bangga mau ikut berkontribusi mendirikan wadah bagi rakyat tidak mampu untuk merasakan pelajaran yang sama diberikan di bangku sekolah lainnya.